7 kitab peninggalan sejarah:
1. Kitab Mahabharata, karangan Resi Wiyasa.
Mahabharata (Sansekerta: महाभारत) adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
2. Kitab Ramayana, karangan Empu Walmiki.
Ramayana dari bahasa Sansekerta (रामायण) Rāmâyaṇa yang berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata.
Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakimpoi Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakimpoi ini.
Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:
1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda
3. Kitab Arjuna Wiwaha, karangan Empu Kanwa, Kerajaan Kahuripan.
Kakimpoi Arjunawiwāha (aksara Bali: Kakimpoi Arjunawiwaha-aksara Bali.png; Jawa: Kakimpoi Arjunawiwaha-aksara Jawa.png) adalah kakimpoi pertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini ditulis oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan 1042 Masehi. Sedangkan kakimpoi ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.
Kakimpoi ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.
Oleh para pakar ditengarai bahwa kakimpoi Arjunawiwaha berdasarkan Wanaparwa, kitab ketiga Mahābharata.
4. Kitab Smaradahana, karangan Empu Darmaja, Kerajaan Kediri.
Kakimpoi Smaradahana adalah sebuah karya sastra Jawa Kuna dalam bentuk kakimpoi yang menyampaikan kisah terbakarnya Batara Kamajaya
5. Kitab Bharatayuda, karangan Empu Sedah dan Panuluh, Kerajaan Kediri.
Istilah Baratayuda berasal dari kata Bharatayuddha, yaitu judul sebuah naskah kakimpoi berbahasa Jawa Kuna yang ditulis pada tahun 1157 oleh Mpu Sedah atas perintah Maharaja Jayabhaya, raja Kerajaan Kadiri.
Kisah Kakimpoi Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuda oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta.
Di Yogyakarta, cerita Baratayuda ditulis ulang dengan judul Serat Purwakandha pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V. Penulisannya dimulai pada 29 Oktober 1847 hingga 30 Juli 1848.
6. Kitab Negarakertagama, karangan Empu Prapanca, Kerajaan Majapahit.
Kakimpoi Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama) (aksara Bali: Kakimpoi Nagarakrtagama-aksara Bali.png) atau juga disebut dengan nama kakimpoi Desawarnana (Deśawarṇana) (aksara Bali: Kakimpoi Desawarnana-aksara Bali.png) bisa dikatakan merupakan kakimpoi Jawa Kuna yang paling termasyhur. Kakimpoi ini adalah yang paling banyak diteliti pula. Kakimpoi yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Ia menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja akan dibakar oleh tentara KNIL.
Kakimpoi ini menguraikan keadaan di keraton Majapahit dalam masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, raja agung di tanah Jawa dan juga Nusantara. Ia bertakhta dari tahun 1350 sampai 1389 Masehi, pada masa puncak kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara.
Sebagian besar teks menceritakan perjalanan sang raja ke daerah Lumajang, Blambangan, dan Singosari. Di samping itu ada juga deskripsi tentang ibukota Majapahit. Kematian Patih Gajah Mada juga ditulis.
Bagian terpenting teks ini tentu saja menguraikan daerah-daerah "wilayah" kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti. Interpretasi isi ini masih kontroversial, sehingga dipertentangkan sampai hari ini.
Di balik kontroversi ini ada hal menarik: Sunda dan Madura tidaklah disebut sebagai wilayah kerajaan, padahal teks ini sangat akurat dan teliti karena menyebut banyak sekali daerah dari ujung utara pulau Sumatra, Brunei sampai Papua (dalam teks disebut Wwanin = Onin).
7. Kitab Sutasoma, karangan Empu Tantular, Kerajaan Majapahit.
Kakimpoi Sutasoma adalah sebuah kakimpoi dalam bahasa Jawa Kuna. Kakimpoi ini termasyhur, sebab setengah bait dari kakimpoi ini menjadi motto nasional Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika (Bab 139.5).
Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakimpoi ini. Kakimpoi ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya. Amanat kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakimpoi ini digubah oleh mpu Tantular pada abad ke-14.
pretty helpfull :)
BalasHapus